Iman dan Optimisme
Apakah yang anda rasakan ketika musibah menyambangi kehidupan kita ? yang pasti, rasa derita, sengsara, dan duka lara akan membalut sukma. Hal ini manusiawi. Namun yang berbahaya apabila ujian dan cobaaan ilahi tersebut melahirkan benalu pesimisme dan mecabut akar optimisme dari relung diri.
Orang beriman selalu optimisme dalam hidup. Nabi Yaqub AS berpesan kepada anak-anaknya, sebagimna termaktub dalam Alquran,”.. Janganlah kalian berputus asa dari kasih Allah SWT sebab sesungguhnya tidaklah berputus asa dari kasih Allah SWT kecuali kaum yang kafir.” (QS Yusuf [12]:87)
Setiap orang beriman yakin bahwa Allah selalu menyertainya. “Dia [Allah] Mahateliti akan segala sesuatu yang kaum kerjakan.” (QS Alhadid [57]:4), karena itu, dengan sikap menyandarkan diri (tawakal) kepada Allah SWT, orang yang beriman percaya dia tidak mengarungi ganasnya samudra hidup ini sendirian. Cukuplah Allah SWT baginya, karena Allah SWT adalah sebaik-baiknya alwakil, tempat bersandar.
Iman menghasilkan harapan. Tidak adanya harapan adalah indicator kosongnya ruang jiwa dari iman, tidak percaya kepada Allah SWT.
Harapan kepada Allah SWT adalah konsekuensi logis dari kebiasaan yang beriman berpikir posifitif kepada Allah SWT. Harus diakui, setiap kita dirundung malang, ada dua pilihan : Berpikir Pofitif (husnudzan) atau berpikir negative (su;udzan) keapda Allah SWT.
Sayangnya, yang sering terbit dalam fajar hati saat kita tertimpa penderitaan adalah pikiran negative kepada Allah SWT. Kita kadang kehilangan perspektif kasih Allah SWT dan hikmah di balik kehendak-Nya.
Padahal dalam hadis qudsi yang sangat popular disebutkan, “Ana ‘indi zahnni ‘abdi bi (aku [Allah] sesuai dengan perkiraan hamba-ku-tentang-Ku).” Pandangan negarif dan pesimistis kepada Alah SWT adalah pangkal putus harapan kepada-Nya. Sebaliknya, pikiran positif dan optimis kepada Allah SWT adalah akar tumbuhnya harapan kepada-Nya.
Dengan optimisme yang lahir dari keimanan kepada Allah SWT. Kita dapat mulai bangkit untuk meneliti asal-muasal, penyebab segala bencana yang menerpa, sekaligus mencari solusi pencegahannya. Karena itu, ruh kehidupan orang yang beriman adalah iman kepada Allah SWT. Iman itulah yang memompakan optimisme dalam menghadapai segenap tantangan hidup. Hidup tanpa iman laksana tubuh tanpa jiwa.
Wallahu a’lam bish-shawab
Oleh M Subhi-Ibrahim
Di kutip dari Majalah REPUBLIKA, Senin, 12 Maret 2007